Quantcast
Channel: Musholla RAPI Online
Viewing all 3027 articles
Browse latest View live

Burung Ababil dan Batu Sijjil

$
0
0
Aku adalah burung Ababil, hamba Allah yang patuh. Aku tidak memiliki keinginan apa pun selain mengabdi kepadaNya. Aku bagian pasukan khusus yang hanya diperintah oleh Tuanku, dan kami adalah mahluk yang tenaganya lebih kuat daripada manusia. Jadi untuk membinasakan manusia, bukan masalah bagi kami.


Beberapa kali kami menerima tugas dari Tuan kami. Salah satunya ketika kami menerima perintah Allah untuk menghancurkan kaum Luth yang membangkang. Allah SWT berfirman, "Maka tatkala datang adzab kami, kami jadikan negeri Luth itu bagian yang di atas ke bawah (kami balikkan) dan kami hujani mereka dengan sijjil (batu dari tanah yang terbakar) dengan bertubi-tubi, yang di beri tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zhalim". (QS Hud : Ayat 82-83).


Dalam ayat di atas, Allah tidak menyebut nama kami, burung Ababil, tetapi hanya disebutkan sijjil. Batu-batu dari neraka itulah senjata khusus kami dalam menjalankan tugas Tuhan dalam membinasakan manusia yang membangkang perintahNya


Namun kami baru disebutkan dengan jelas ketika kami ditugasi lagi untuk menghancurkan tentara bergajah di masa sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman,"Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong (Thairan Ababil), yang melempari mereka dengan batu dari neraka sijjil. Lalu, Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang di makan (ukat)". (QS Al-Fil : Ayat 1-5).


Perintah itu datang kepada kami pada waktu subuh. Pemimpin kami yang bertengger di dalam cabang pohon neraka bertanya, " Siapa yang memberikan perintah itu?".


Aku menjawab bahwa perintah ini datang dari Allah SWT.


Dalam sekejap saja, kami langsung membuat formasi terbang tinggi menembus langit dunia. Sasaran kami adalah pasukan bergajah yang di pimpin Raja Abrahah dari negeri Yaman. Mereka menyerbu Makkah dengan titik sasaran Ka'bah, Rumah Allah.


Oh, betapa nekatnya manusia satu ini dalam menentang junjungan kami. Apakah dia tidak merasakan hal yang sama bila istananya akan dihancurkan oleh orang lain, semut pun akan melawan bila di injak. Sekarang, pencipta alam dan seisinya ini dilecehkan oleh manusia yang dulu mendapat kasih sayangNYA sejak dari kandungan ibunya hingga dewasa. Sungguh orang yang tidak tahu bersyukur, alias kufur.


Orang seperti itu patut mendapat hukuman. Apakah dengan membangun rumah ibadah tandingan, dan kemudian menghancurkan Ka'bah, umat manusia akan sudi untuk percaya kepadanya?.


Abrahah membawa sejumlah tentara yang komplit. Selain pasukan berjalan kaki, berkuda atau berunta, ada juga pasukan bergajah. Tugas pasukan semacam ini memang khusus untuk membumihanguskan pihak lawan. Sungguh itu merupakan pasukan yang ganas dan mematikan, sehingga penduduk Makkah sendiri memilih untuk menyingkir dari kota daripada menghadapi kehancuran yang dahsyat.


Abrahah boleh bertepuk dada dengan jumlah dan jenis pasukannya. Namun Allah telah menjadikan tipu daya mereka sia-sia. Ya, pasukan seperti itu hanya bisa di lawan dengan efektif oleh pasukan angkatan udara, sebagaimana tugas kami. Kami telah menyiapkan diri dengan batu sijjil dari neraka, yang akan membuat tubuh para anggota pasukan itu bagai daun yang di makan ulat.


Ketika kami sudah tepat di atas mereka, dengan mudah kami jatuhkan batu-batu sijjil itu di atas pasukan Abrahah. Dan dalam hitungan menit saja, pasukan yang di kenal sangat kuat itu menjadi kacau balau. Moral tempur mereka langsung drop, dan yang masih hidup memilih untuk melarikan diri dari medan peperangan, pulang ke Yaman. 


Sungguh mudah bagi Allah untuk menghancurkan orang-orang yang durhaka. Abrahah dan pasukan bergajahnya tidak ingat reputasi kami yang gemilang ketika menghancurkan umat Nabi Luth yang kufur itu. Betul-betul manusia gampang lupa dengan pengalaman sejarah masa lalunya! sedang sejarah di tulis untuk menjadi cermin manusia di kemudian hari.


Kami adalah pasukan khusus yang terlatih, batu-batu sijjil yang kami lemparkan tepat mengenai sasaran. Karena itulah, tidak ada sedikit pun kerusakan alam sekitarnya. Kota Makkah utuh seperti apa adanya. Begitu pula Ka'bah tetap berdiri dengan anggun, tidak lecet sedikit pun.


Sudah selesai tugas kami untuk menyelamatkan Ka'bah dan menghancurkan pasukan bergajah. Apakah kami masih akan menerima tugas di zaman modern sekarang? Wallahu a'lam. 




Penulis adalah Jamaah Majelis Ta’lim Dzikrullah Pekojan

Ibu Di Matamu

$
0
0

Ibu adalah sosok yang selalu melekat dalam ingatan. Berbagai kenangan tentangnya, tak sedikitpun luput akan kesan kasih sayang. Ibu adalah tempat peraduan yang nyaman, di pangkuannya kau dibesarkan, usapan jemarinya memberi daya tumbuh kembangmu. Wajah keibuannya adalah telaga bening tempat kau bercermin. Tutur katanya adalah sepoi angin yang menghantarkan kedamaian

Seperti itukah ibumu?



Seiring waktu, kau akan dapat menilai sosok ibumu. Saat kau remaja, mungkin egomu yang lebih menonjol. Kau menilai sosok ibu sebagai pembatas gerakmu, dengan segala larangan-larangannya yang kau rasa tak sesuai zamanmu. Gaya mudamu dan pemikiran kuno ibu kadang tak sejalan. Jiwa pemberontakmu meletupkan segala emosi dan merenggangkan jarak dengan ibu. Dirimu memang tak selalu salah, dan ibumu tak selalu benar. 

Tapi, pernah kah kau melihatnya meneteskan airmata atas bentakanmu? 

Termenung demi memikirkanmu? 

Tersedu mengenang saat-saat mendebarkan kelahiranmu?



Kini, sosok ibumu telah sampai pada senjanya. Berbagai episode kehidupan telah dilaluinya. Kau tak akan pernah sepenuhnya tahu lika-likunya, bahkan dari sorot matanya tak akan jelas terbaca. Kegetiran dalam setiap langkah kehidupannya, ibu kerap sembunyikan dari penglihatanmu. 

Suatu saat, episode yang sama akan kau lalui: menjadi sosok ibu. Kau dapat menilai dengan kedewasaanmu, sedikit demi sedikit berbagai sikap ibu yang sempat kau tak mengerti, kelak akan dapat kau pahami atau maklumi. Kau juga akan dapat menyerap segala tutur kata dan didikannya. Berbagai ajarannya dapat kau petik. Tapi pada akhirnya, dengan caramu sendirilah kau akan melangkah.



Ibu di matamu, dengan segala keterbatasannya kadang menjadi sosok yang tak sempurna, sebagaimana manusia yang tak akan pernah sempurna. Sempurnakan saja cara mu memandangnya. Sediakan tempat terhormat di hatimu. Jadikan ibu sebagai cintamu. Mungkin kau tak akan pernah tahu, Ibumu tetap setia mendoakan, menanti kedatanganmu dan merindukanmu selalu, bahkan hingga ia menutup mata di penghujung senjanya.



Mbak Sholihati

Senyum Rasulullah SAW (1)

$
0
0
Saat menikahkan putri bungsunya, Sayyidah Fatimah Az Zahrah, dengan sahabat Ali bin Abi Thalib, Baginda Nabi Muhammad SAW tersenyum lebar. Itu merupakan peristiwa yang penuh kebahagiaan.

Hal serupa juga diperlihatkan Rasulullah SAW pada peristiwa Fathu Makkah, pembebasan Makkah, karena hari itu merupakan hari kemenangan besar bagi kaum muslimin.
 

“Hari itu adalah hari yang penuh dengan senyum panjang yang terukir dari bibir Rasulullah SAW serta bibir seluruh kaum muslimin” tulis Ibnu Hisyam dalam kita As Sirah Nabawiyyah.

Rasulullah SAW adalah pribadi yang lembut dan penuh senyum. Namun, beliau tidak memberi senyum kepada sembarang orang. Demikian istimewanya senyum Rasul sampai-sampai Abu Bakar dan Umar, dua sahabat utama beliau, sering terperangah dan memperhatikan arti senyum tersebut.

Misalnya mereka heran melihat Rasul tertawa saat berada di Muzdalifah di suatu akhir malam. “Sesungguhnya Tuan tidak biasa tertawa pada saat seperti ini,” kata Umar.


 “Apa yang menyebabkan Tuan tertawa?” Pada saat seperti itu, akhir malam, Nabi biasanya berdoa dengan khusyu’.

Menyadari senyuman beliau tidak sembarangan, bahkan mengandung makna tertentu, Umar berharap, “Semoga Allah menjadikan Tuan tertawa sepanjang umur”.

Atas pertanyaan di atas, Rasul menjawab,“Ketika iblis mengetahui bahwa Allah mengabulkan doaku dan mengampuni umatku, dia memungut pasir dan melemparkannya kekepalanya, sambil berseru, ‘celaka aku, binasa aku!’ Melihat hal itu aku tertawa.” (HR Ibnu Majah)

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menulis, apabila Rasul dipanggil, beliau selalu menjawab, “Labbaik”. Ini menunjukkan betapa beliau sangat rendah hati. Begitu pula, Rasul belum pernah menolak seseorang dengan ucapan “tidak” bila diminta sesuatu.Bahkan ketika tak punya apa-apa, beliau tidak pernah menolak permintaan seseorang. “Aku tidak mempunyai apa-apa,” kata Rasul, “Tapi, belilah atas namaku. Dan bila yang bersangkutan datang menagih, aku akan membayarnya.”

Banyak hal yang bisa membuat Rasul tertawa tanpa diketahui sebab musababnya. Hal itu biasanya berhubungan dengan turunnya wahyu Allah. Misalnya, ketika beliau sedang duduk-duduk dan melihat seseorang sedang makan. Pada suapan terakhir orang itu mengucapkan. “Bismillahi fi awalihi wa akhirihi.” Saat itu beliau tertawa. Tentu saja orang itu terheran-heran.

Keheranan itu dijawab beliau dengan bersabda, “Tadi aku lihat setan ikut makan bersama dia. Tapi begitu dia membaca basmalah, setan itu memuntahkan makanan yang sudah ditelannya.” Rupanya orang itu tidak mengucapkan basmalah ketika mulai makan.

Suatu hari Umar tertegun melihat senyuman Nabi. Belum sempat dia bertanya, Nabi sudah mendahului bertanya, “Ya Umar, tahukah engkau mengapa aku tersenyum?”
“Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu,” jawab Umar.
“Sesungguhnya Allah memandang kepadamu dengan kasih sayang dan penuh rahmat pada malam hari Arafat, dan menjadikan kamu sebagai kunci Islam,” sabda beliau.


Al Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Al Aydrus

Senyum Rasulullah SAW (2)

$
0
0
Rasul SAW bahkan sering membalas sindiran orang dengan senyuman. Misalnya ketika seorang Badui yang ikut mendengarkan taushiyah beliau tiba-tiba nyeletuk, “Ya Rasul, orang itu pasti orang Quraisy atau Anshar, karena mereka gemar bercocok tanam, sedang kami tidak.”

Saat itu Rasul tengah menceritakan dialog antara seorang penghuni surga dan Allah SWT yang mohon agar diizinkan bercocok tanam di surga. Allah SWT mengingatkan bahwa semua yang diinginkannya sudah tersedia di surga.

Karena sejak di dunia punya hobi bercocok tanam, iapun lalu mengambil beberapa biji-bijian, kemudian ia tanam. Tak lama kemudian biji itu tumbuh menjadi pohon hingga setinggi gunung, berbuah, lalu dipanenkan. Lalu Allah SWT berfirman. “Itu tidak akan membuatmu kenyang, ambillah yang lain.”

Ketika itulah si Badui menyeletuk, “Pasti itu orang Quraisy atau Anshar. Mereka gemar bercocok tanam, kami tidak.”

Mendengar itu Rasul tersenyum, sama sekali tidak marah. Padahal, beliau orang Quraisy juga.

Suatu saat justru Rasulullah yang bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian mengapa aku tertawa?.”
 

“Allah dan Rasul-Nya lebih tahu,” jawab para sahabat.
 

Maka Rasul pun menceritakan dialog antara seorang hamba dan Allah SWT. Orang itu berkata, “Aku tidak mengizinkan saksi terhadap diriku kecuali aku sendiri.”
 

Lalu Allah SWT menjawab, “Baiklah, cukup kamu sendiri yang menjadi saksi terhadap dirimu, dan malaikat mencatat sebagai saksi.”

Kemudian mulut orang itu dibungkam supaya diam, sementara kepada anggota tubuhnya diperintahkan untuk bicara. Anggota tubuh itupun menyampaikan kesaksian masing-masing. Lalu orang itu dipersilahkan mempertimbangkan kesaksian anggota-anggota tubuhnya.

Tapi orang itu malah membentak, “Pergi kamu, celakalah kamu!” Dulu aku selalu berusaha, berjuang, dan menjaga kamu baik-baik,” katanya.

Rasulpun tertawa melihat orang yang telah berbuat dosa itu mengira anggota tubuhnya akan membela dan menyelamatkannya. Dia mengira, anggota tubuh itu dapat menyelamatkannya dari api neraka. Tapi ternyata anggota tubuh itu menjadi saksi yang merugikan, karena memberikan kesaksian yang sebenarnya (HR Anas bin Malik).

Hal itu mengingatkan kita pada ayat 65 surah Yasin, yang maknanya, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka, dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”





Al Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Al Aydrus

Kisah Anak Yatim Memintakan Syafa'at

$
0
0

Dikisahkan, seorang salaf berkata:

“Dahulu aku adalah seorang yang tenggelam dalam berbagai macam perbuatan maksiat dan mabuk-mabukan. 

Pada suatu hari aku menemukan seorang anak yatim yang miskin. 

Lalu aku ambil anak yatim itu dan aku berbuat baik kepadanya.


Aku beri ia makan, pakaian, dan aku mandikan ia sampai bersih semua kotoran yang menempel di tubuhnya, dari ujung rambut sampai ujung kaki. 

Aku menyayanginya seperti seorang ayah menyayangi anaknya, bahkan lebih. 

Malamnya aku tidur dan bermimpi bahwa kiamat sudah tiba. Aku dipanggil menuju hisab. 

Kemudian aku diperintahkan untuk masuk neraka karena banyaknya dosa dan maksiat yang aku kerjakan.


Malaikat Zabaniyyah menyeretku untuk memasukkanku ke dalam neraka. Saat itu aku merasa kecil dan hina di hadapan mereka. 

Tiba-tiba anak yatim itu menghadang di tengah jalan sambil berkata, ‘Tinggalkan ia wahai malaikat Rabb-ku! Biarlah aku memintakan syafaat untuknya kepada Rabb-ku! Dialah yang dulu telah berbuat baik kepadaku, telah memuliakanku!’


Malaikat berkata, ‘Tetapi aku tidak diperintahkan untuk itu.’ 

Sekonyong-konyong terdengar seruan dari Allah, firman-Nya, ‘Biarkan dia, sungguh Aku telah mengampuninya dengan syafaat anak yatim itu dan kebaikannya kepadanya!’

Lalu aku terbangun dan aku pun bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla, dan saya terus berusaha semaksimal mungkin untuk mencurahkan kasih sayang kepada anak-anak yatim.”




Kitab Dosa-dosa Besar, bab Mamakan Harta Anak Yatim dan Menzhaliminya oleh Imam Adz-Dzhabi

Rasulullah SAW Lebih Utama Dari Setiap Orang Beriman

$
0
0
Sabda Rasulullah SAW, “aku lebih utama dari setiap orang beriman atas diri mereka sendiri, maka barangsiapa yang wafat dan menanggung hutang dan ia tidak meninggalkan harta untuk melunasinya, maka akulah yang akan menanggung hutangnya, dan barangsiapa yang wafat dan meninggalkan harta, maka untuk ahli warisnya” (Shahih Bukhari)


Allah SWT memuliakan hamba – hambaNya, mereka yang mau kembali kepada Allah setelah bertaubat, mereka yang mau kembali kepada Allah setelah berdosa lalu bertaubat dan setelah bertaubat lalu bertaubat dan ia terus menaiki tangga – tangga keluhuran taubat, dari satu derajat menuju derajat lainnya, dari satu gerbang kesucian taubat menuju gerbang cahaya taubat selanjutnya. Demikian keadaan Sayyidina Muhammad SAW, orang yang tidak pernah berdosa dan ma’shum (terjaga dari dosa). Namun memahami rahasia kemuliaan taubat maka beliau bertaubat 70X setiap harinya bahkan sampai 100X setiap harinya kepada Allah Ya Rahman Ya Rahim. Wahai Yang Maha Mencintai hamba yang bertaubat, jadikan kami hamba yang selalu bertaubat, jadikan kami hamba yang mencintai taubat.


Hadits ini menerangkan betapa cintanya Sang Nabi SAW kepadaku dan kepada kalian. “Ana awla bil mu’miniina min anfusihim” Aku lebih utama, lebih patut didahulukan oleh orang – orang mukmin dari diri mereka sendiri. Inilah bentuk kemuliaan Allah SWT kepada Sang Nabi SAW untuk setiap pribadi muslimin – muslimat. Betapa dekat dan eratnya dan tidak bisa terputusnya Sang Nabi SAW dengan umatnya karena beliau “awla bil mu’miniina min anfusihim”.


Lalu apa Sang Nabi SAW memberikan kepada kita? “Faman mata wa alaihi dainun, walam yatruk wafa’an fa’alaina qadhauhu” jika ada diantara kalian (di masa itu) yang wafat dan tidak punya harta untuk membayar hutang – hutangnya, maka aku yang membayar hutangnya. Sang penebus hutang umatnya, ialah Sayyidina Muhammad SAW.“Waman taraka malan faliwa rasytihi” kalau masih meninggalkan harta maka untuk ahli warisnya

Jadi pada hakikatnya yang lebih berhak kepada ahli waris itu adalah Nabi Muhammad SAW. Karena beliau SAW lebih berhak daripada keluarganya tapi Sang Nabi SAW mengatakan kalau ada hutang, baru aku yang ambil. Kalau ada hartanya ambil oleh keluarganya tapi kalau ada hutangnya, aku (Nabi SAW) yang akan membayarnya. Inilah sang penebus umatnya di dunia dan di akhirat. Sehingga di yaumal qiyamah, beliau SAW juga yang berusaha menebus dosa umatnya dengan bersujud untuk pengampunan demi seluruh pendosa diantara aku dan kalian. Inilah Sayyidina Nabi Muhammad SAW.


Hadits ini merupakan penjelasan dari firman Allah “Annabiyyu awla bil mu’minina min anfusihim”QS. Al Ahzab : 6. Bahwa Nabi SAW itu lebih mulia dan lebih patut didahulukan dari orang yang beriman atas diri mereka sendiri. Paling pantas dicintai lebih dari diri kita yaitu Sayyidina Muhammad SAW. Karena apa? Karena beliaulah manusia yang paling mencintai kita. Kalau selain Sang Nabi SAW, tidak ada yang lebih mencintai kita kecuali Allah. Sang Nabi SAW manusia yang paling cinta kepada kita karena disaat semua yang cinta pada kita lupa pada kita, beliau SAW tidak lupa kepada kita. Saat semua orang menghindar, para Nabi dan Rasul menghindar, beliau SAW tidak menghindar bahkan mencari kita dimanapun umatnya berada. Di jembatan ashshirat, keberatan dosa didalam timbangan amal atau sudah jatuh ke dasar neraka?


Beliau SAW tetap tidak ingin senang sebelum umatnya terangkat dan terbebas dari neraka. Inilah idola, inilah Sayyidina Nabi Muhammad SAW yang sudah dijelaskan oleh Allah bahwa beliau SAW lebih patut didahulukan daripada diri kita sendiri. Kenapa? Karena beliau SAW mendahulukan kita daripada diri beliau sendiri. Beliau SAW mendahulukan umatnya daripada diri beliau sendiri. Sampai musuh – musuhnya pun masih didoakan, masih menginginkan hidayah-Nya. Beliau SAW memerangi musuh – musuh yang memeranginya tentunya. Jika membahayakan muslimin, beliau memerangi dengan senjatanya. Namun besarnya keinginan Sang Nabi SAW agar musuh- musuhnya itu kembali ke dalam hidayah. Mereka yang sudah diperangi tentunya sudah jelas diperangi untuk membela dirinya dan tidak membiarkan dirinya mereka bunuh begitu saja.


Akan tetapi beruntung mereka yang berada di jalan Sayyidina Muhammad SAW. Mereka bersabar dan ketika mereka melawan musuhnya, jika mereka menang maka mendapatkan ghanimah (hasil rampasan perang) dan jika mereka kalah maka mereka sebagai syuhada (orang yang wafat dijalan Allah). Tidak ada kerugian sebagai para pembela Muhammad Rasulullah SAW. Menang mendapat pahala dan ghanimah, kalah maka syahid. Kalau tidak wafat maka ia mendapatkan pahala besar dihadapan Allah SWT sebagai fisabilillah. Tidak ada ruginya mengikuti Muhammad Rasulullah SAW.


Habib Munzir Al Musawwa

Hidup Berkah Dengan Yang Halal (1)

$
0
0
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ” ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻃﻴﺐ ﻻ ﻳﻘﺒﻞ ﺇﻻ ﻃﻴﺒﺎ، ﻭﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻣﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﺑﻤﺎ
ﺃﻣﺮ ﺑﻪ ﺍﻟﻤﺮﺳﻠﻴﻦ، ﻓﻘﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ : ﻳﺄﻳﻬﺎ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﻛﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻄﻴﺒﺖ ﻭﺍﻋﻤﻠﻮﺍ ﺻﻠﺤﺎ ” ﻭﻗﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ : ” ﻳﺄﻳﻬﺎ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺀﺍﻣﻨﻮﺍ ﻛﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻄﻴﺒﺖ ﻣﺎ ﺭﺯﻗﻨﻜﻢ ” ﺛﻢ ﺫﻛﺮ ” ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻳﻄﻴﻞ ﺍﻟﺴﻔﺮ ﺃﺷﻌﺚ ﺃﻏﺒﺮ، ﻳﻤﺪ ﻳﺪﻳﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻳﺎﺭﺏ ! ﻳﺎﺭﺏ ! ﻭﻣﻄﻌﻤﻪ ﺣﺮﺍﻡ، ﻭﻣﻠﺒﺴﻪ ﺣﺮﺍﻡ، ﻭﻏﺬﻱ ﺑﺎﻟﺤﺮﺍﻡ، ﻓﺄﻧﻰ ﻳﺴﺘﺠﺎﺏ ﻟﻪ ” ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ


Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu anhu ia berkata: Rosulullah Shollallahu alaihi wa sallam bersabda: ” Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang orang yang beriman dengan sesuatau yang telah di perintahkan kepada para RosulNya. Maka Allah Ta’ala berfirman: 
Wahai para Rosul makanlah kamu dari yang baik dan berbuatlah kamu dengan beramal sholeh. 
Dan Allah Ta’ala berfirman [juga]: Wahai orang orang yang beriman makanlah kamu dari yang baik yaitu dari apa yang Saya [Allah] rezekikan kepadamu. 
Kemudian Beliau menyebut seorang laki laki yang panjang perjalananbya berambut kusut lagi berdebu sambil menadahkan tangannya ke langit seraya berkata: ” Wahai Tuhan ! wahai Tuhan ! sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan di kenyangkan dengan yang haram, bagaimana mungkin ia akan di kabulkan [permohonannya] “.


Allah adalah Dzat yang Maha Baik. (Thoyyib). Dzat yang disucikan dari kekurangan dan keburukan, yang selalu Indah untuk dipuji. Ialah satu-satunya dzat yang berhak untuk dipuji. Dan Ia hanya berkenan menerima sesuatu yang baik.


Sesuatu yang baik itu bisa jadi berupa amal, yakni amal yang bersih dari penghancur dan perusak amal, layaknya riya’, ujub, dan sebagainya.


Pihak yang amat rentan mengidap hal ini adalah para pejuang agama yang memiliki 3 modal besar, yakni ilmu, harta, dan keberanian berjihad. Semua akan sia-sia jika ternyata semua itu hanya semata demi popularitas dan status sosial, jauh dari niat karena Allah.


Padahal seseorang beribadah tak perlu melihat ibadahnya akan tetapi semestinya yang dipandang adalah al Ma’bud, Allah itu sendiri.


Atau bisa jadi berupa harta benda, yakni harta benda yang terbebas dari campuran syubhat apalagi haram.


ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ - ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - : ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﺒﺎﺭﻙ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ : ‏( ﺃﻧﺎ ﺃﻏﻨﻰ ﺍﻟﺸﺮﻛﺎﺀ ﻋﻦ ﺍﻟﺸﺮﻙ ، ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﻋﻤﻼ ﺃﺷﺮﻙ ﻓﻴﻪ ﻣﻌﻲ ﻏﻴﺮﻱ ﺗﺮﻛﺘﻪ ﻭﺷﺮﻛﻪ ‏) ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ


“Allah Ta’ala berfirman: ‘Aku tidak butuh terhadap orang-orang musyrik atas kesyirikan yang mereka lakukan. Barangsiapa yang menyekutukan Aku dengan sesuatu yang lain, akan Ku tinggalakan ia bersama kesyirikannya‘” (HR. Muslim 2985)


Kullu minatthoyibat wa’malu sholihat, maknanya berarti mengkonsumsi makanan halal dan thoyyib, akan tetapi tidak sampai disitu, selanjutnya adalah beramal yang baik. Thoyyib yang dimaksud adalah thoyyib yang dimaksud oleh syara’, bukan sekedar thoyyib dalam hal rasa saja, atau yang dianggap lezat saja. Atau thoyyib disana bisa juga berarti makanan yang mempunyai nilai gizi yang baik bagi kesehatan tubuh, ditambah dengan halal. Seperti yang disebutkan dalam Surat al Maidah ayat 88:


ﻭَﻛُﻠُﻮﺍ ﻣِﻤَّﺎ ﺭَﺯَﻗَﻜُﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺣَﻠَﺎﻟًﺎ ﻃَﻴِّﺒًﺎ ۚ ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺃَﻧْﺘُﻢْ ﺑِﻪِ ﻣُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ


Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.



Penulis berasal dari Pon Pes Salaf APIK Kaliwungu

Hidup Berkah Dengan Yang Halal (2)

$
0
0
Tidak masalah pula seseorang mengkonsumsi makanan yang lezat yang memiliki nilai gizi yang baik sebab Allah ta’ala justru tak suka dengan orang yang bakhil, apalagi bakhil sama diri sendiri. 

Suatu saat dikala kita dapat rizqi yang banyak dari Allah, kita perlu juga mengkonsumsi makanan yang enak, seperti makanan sate atau gule. Sebab Allah suka implikasi nikmat yang Ia berikan nampak pada seorang hamba. Tentu saja ini dalam level hal, bukan level maqam. Yang penting jangan sampai berlebihan. Dan tentu saja yang penting lagi adalah jangan lupa membagi kenikmatan itu kepada orang lain.


Kehalalan ini amat berkaitan dengan teraihnya keberkahan hidup. Tak perlu berpayah-payah mengejar rizqi yang ternyata merupakan hal yang syubhat atau bahkan haram. Sebab percuma, membuat hidup takkan berkah. Lebih baik mencari rizqi yang halal meski sederhana. Keberkahan akan datang menemani hidup kita.


Allah hanya menerima amal baik yang dilakukan oleh seorang mukmin. Bagi orang kafir, meski ia melakukan amal sosial yang banyak. Amal mereka ibarat debu yang beterbangan, atau ibarat fatamorgana. Meski terkadang amal sosial yang mereka lakukan ada dampak positif yang akan mereka dapatkan dikala didunia, tidak di akhirat. Padahal al Kayyis adalah seseorang yang beramal demi kepentingan selepas mati.


Seorang Mukmin harus benar-benar jeli dan hati-hati dalam menyeleksi hal yang halal. Sebab kedekatan seorang hamba dengan Allah amat dipengaruhi oleh faktor konsumsi makanan, minuman atau pakaian dan hal lain. Perkara yang syubhat dan haram, baik berupa makanan, minuman, pakaian atu hal lain merupakan hijab yang menghalangi hubungannya dengan Allah. Doa-doa yang ia panjatkan takkan bisa tembus untuk kemudian di ijabah oleh Allah sebab hijab ini.


Seorang wali santri dulu dikala mensowankan anaknya kepada Mbah Faqih Langitan, Mbah Faqih sampai berpesan, “Ngapunten, lare niki ampun dikirimi duwit sangking gaji KUA njeh” (Maaf, anak ini jangan dikirimi uang dari gaji KUA ya). “Oh njeh niki khusus” jawab ayah anak itu. Sebuah kehati-hatian Mbah Faqih yang demikian luar biasa.


Mbah Humaidullah juga demikian hati-hati dengan makanan. Pernah suatu saat putranya yang masih kecil sepulang bermain membawa beberapa biji krupuk, setelah mengetahui bahwa krupuk itu hasil 'nemu' di jalan beliau langsung mengajak putranya itu untuk menemui pemilik krupuk dan meminta ikhlasnya.


Ya, memang kita kini memasuki era yang meski seseorang hati-hati sedemikian rupa, kita akan tetap terdampak debunya riba. Bagaimana kita melihat mekanisme ibadah haji saja mesti melalui bank yang pastinya dengan hal itu kita terlibat berkontribusi dalam zona riba. Uang yang halal demikian langka. Maka bertapa beruntungnya orang yang berpegang teguh dalam mencari rizqi yang halal. Islam berawal dalam kondisi asing, dan akan kembali asing, betapa beruntungnya orang-orang terasing. Wallahu'alam.




Penulis berasal dari Pon Pes Salaf APIK Kaliwungu

Sisa Umur Ummat Nabi Muhammad (Datangnya Hari Kiamat) Bag. 1

$
0
0
Perihal umur umat Nabi SAW, terdapat diantaranya 3 pendapat dari ulama-ulama yang terkenal dalam ajaran Ahlussunnah wal Jamaah yaitu dari: 


1. Al Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani dari Mazhab Syafi’i

  
2. Jalaluddin As Suyuthi (Imam Suyuthi)


3. Imam Ibnu Rajab al Hanbali 


Kita  menganggap pendapat mereka bertiga sangat rasional, sehingga sebagaimana tujuan para Imam itu  menyeru kepada manusia agar senantiasa bersiap diri dan mengerjakan amal ibadah yang banyak, maka  demikian  pula halnya dengan kita yang berharap agar manusia yang tertidur kembali  terjaga, agar manusia  yang lalai dalam agamanya menjadi kembali kepada  sunnah Rasulnya, dan agar kita mati dan menghadap  ALLAH subhanahu wa  ta’ala dalam keadaan ridha dan diridhai.


Pendapat Dari Al Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani


Hadits riwayat Al Bukhari yang artinya  Perumpamaan  kaum Muslimin dan Yahudi serta Nasrani, seperti perumpamaan seorang  yang mengupah satu kaum (Yahudi) untuk melakukan sebuah pekerjaan sampai malam hari, namun mereka melakukannya hanya sampai tengah hari. 
Lalu  mereka pun berkata, “Kami tidak membutuhkan upah yang engkau janjikan  pada kami, dan apa yang telah kami kerjakan, semuanya bagi-mu”.   
Ia  pun berkata, “Jangan kalian lakukan hal itu, sempurnakanlah sisa waktu pekerjaan kalian dan ambillah upah kalian dengan sempurna”.   
Mereka  (Yahudi) pun menolak dan meninggalkan orang itu. Maka orang itu mengupah beberapa orang (Nasrani) selain mereka (Yahudi), ia berkata: “Kerjakanlah sisa hari kalian dan bagi kalian upah yang telah aku  janjikan untuk mereka (Yahudi)”.  Sehingga  ketika tiba waktu sholat Ashar.
Mereka (Nasrani) berkata, “Ambillah apa  yang telah kami kerjakan untukmu dan juga upah yang engkau sediakan  untuk kami.”   
Orang itu berkata, “Sesungguhnya sisa waktu siang tinggal sedikit.” 
Mereka  (Nasrani) tetap menolak, sehingga orang itu mengupah satu kaum yang lain (Muslimin) untuk melanjutkan pekerjaan sehingga selesai sisa hari mereka (Nasrani).  Maka  kaum itu (Muslimin) pun bekerja pada sisa hari mereka (Nasrani), yaitu sehingga terbenamnya matahari dan mereka pun mendapat upah yang sempurna  yang dijanjikan kepada dua kelompok sebelumnya.  Seperti  itulah perumpamaan mereka (Yahudi dan Nasrani) dan perumpamaan apa yang kalian (Muslimin) terima pada cahaya (hidayah) ini. (HR Al Bukhari. Lihat Fathul-Kabir juz V hlm. 202 no: 5728) 


Adapun  penjelasan hadits ini menurut Al Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani adalah sebagai berikut:

“Para  Ahli Naql telah sepakat bahwa masa (umur) bangsa Yahudi–sejak diutusnya  Musa AS –sampai diutusnya Muhammad SAW adalah lebih dari 2000 tahun. Dan  umur Nasrani dari jumlah itu sebanyak 600 tahun. Satu pendapat mengatakan lebih sedikit dari itu” (Fathul-Barri juz IV hlm. 449). Ini artinya, umur Yahudi ialah 2000 tahun lebih – 600 = 1400 tahun lebih.  Menurut  para ahli sejarah, “lebih” yang dimaksud adalah seratus tahun lebih  sedikit, sehingga umur umat Yahudi adalah kurang lebih 1500 tahun. 


Masa  600 tahun untuk umur Nasrani itu berdasarkan HR Al Bukhari dari Salman, “Masa fatrah (kekosongan) antara Nabi 'Isa AS dan Nabi Muhammad SAW  adalah 600 tahun.”


Adapun ‘tambahan’ umur untuk umat Muhammad terdapat dalam hadits berikut:  “Sesungguhnya Allah tidak akan melemahkanku, yaitu pada umatku, jika Ia mengulur (umur) mereka setengah hari, yaitu 500 tahun.”(HR Abu Nu’aim dalam Al Hilyah -Lihat Fathul Kabir juz II hlm. 126 No: 1807) 


Jadi,  umur umat Muhammad SAW = umur umat Yahudi – umur umat Nasrani = 1500 (lebih sedikit) – 600 = 900 tahun lebih sedikit ditambah 500 tahun =  1400 tahun lebih sedikit.  Lebih  sedikit ini, menurut para ahli sejarah, sekitar 100 tahun. Maka dapat disimpulkan, umur umat Islam adalah sekitar 1500 tahun. 


Maka menurut pendapat Ibnu Hajar:


Umur umat Yahudi adalah umur umat Nasrani ditambah dengan umur umat Islam.  Para  ahli sejarah mengatakan bahwa Umur umat Yahudi yang dihitung dari  diutusnya Nabi Musa AS hingga diutusnya Nabi Isa alaihis salam adalah 1500 tahun. 


Kemudian dengan adanya hadist sebagai berikut  Dari  Salman Al Farisi ia bercerita bahwa “Masa-masa antara Isa dan Muhammad shallallahu ‘alaihi  wasallam adalah selama 600 tahun”. [HR. Bukhari]  sehingga umur umat Nasrani yang dihitung dari sejak diutusnya Nabi Isa 'alaihis  salam hingga diutusnya Nabi Muhammad sollallahu ‘alaihi wasallam adalah  600 tahun.  Sehingga akan didapat  Umur Yahudi = Umur Nasrani + Umur Islam  1500 tahun = 600 tahun + 900 tahun
 
Kemudian Ibnu Hajar dalam Kitabnya mengatakan adanya tambahan 500 tahun sesuai hadis marfu yaitu:  Dari  Sa’ad bin Abu Waqqash, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam telah bersabda: “Sesungguhnya saya berharap agar umatku tidak akan lemah di depan Tuhan mereka dengan mengundurkan (mengulurkan) umur  mereka selama setengah hari”. Kemudian Sa’ad ditanyai orang:  Berapakah  lamanya setengah hari itu? Ia (Sa’ad) menjawab: “Lima ratus tahun”. [Hadis shahih riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al Hakim, Abu Nu’aim] 


Jadi jumlah umur Islam menurut Ibnu Hajar adalah 900 + 500 tahun = 1400 tahun lebih.  Sekarang  kita berada di tahun 1437 Hijriah (2016 Masehi), berarti sudah melepasi  lebih dari 1400 tahun  itu. Sedangkan tambahan yang dimaksud itu mungkin adalah umur Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi  wasallam, karena Islam adalah agama yang dibawa oleh beliau.  Juga  ditambah dengan 13 tahun karena  awal penulisan tahun Hijriah dimulai  pada saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah.   Dan 13 tahun adalah ketika beliau di Makkah. Sehingga umur Islam adalah:  1400 + 63 (umur Nabi) + 13 (tahun sebelum hijrah) = 1476 tahun  Jika dikurangi dengan masa kita hidup ini yaitu 2016 Masehi atau 1437 Hijirah, berarti 1476 – 1437 = 39 tahun. 


“39 tahun adalah sisa umur umat Islam dari hari ini.”  Hanya  Allah yang mengetahuinya. Maka sebagai manusia yang berakal dan  beriman, sudah sepantasnya kita bersiap siaga dengan memantapkan kesatuan ummah dan memperbaiki segala amal ibadah.




Al-habib Muhammad Rafiq Al-kaff.

Sisa Umur Ummat Nabi Muhammad (Datangnya Hari Kiamat) Bag. 2

$
0
0
Imam As Suyuthi


Menurut Imam Suyuthi Umur  umat Islam adalah jumlah umur dunia dikurangi dengan umur-umur  Nabi/Rasul sejak Nabi Adam  alaihi salam hingga diutusnya Nabi Muhammad  SAW.  Perhitungan umur umat Islam menurut beliau terdiri dari 3 bagian yaitu: 


(1) Perhitungan umur dunia 


(2) Perhitungan umur umat-umat yang terdahulu sejak Nabi Adam hingga diutusnya Nabi Muhammad  shallallahu ‘alaihi wa sallam 


(3)  Perhitungan jarak waktu sejak ditutupnya pintu taubat (yaitu sejak  matahari terbit di barat) hingga  ketika Tiupan Pertama sangkakala kiamat. 


Dimana kemudian akan didapat rumus bahwa:  Umur umat Islam = [1. Umur dunia] – [2. Umur umat terdahulu] – [3. Jarak waktu] 


(1) Perhitungan umur dunia  

Dari  Abu Hurairah ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hari yang terbit matahari padanya yang paling baik adalah  hari jumat, pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu ia dimasukkan  ke dalam surga, pada hari itu pula ia dikeluarkan darinya, dan tidak  akan terjadi hari kiamat  kecuali pada hari jumat. [HR. Muslim, Tirmizi & Ahmad]


Dari  hadis diatas diketahui bahwa perhitungan umur dunia dihitung sejak dikeluarkannya Nabi Adam alaihis  salam ke bumi hingga saat kiamat  adalah dari hari Jumat ke hari Jumat, yaitu berlalu selama 1 minggu akhirat (7 hari akhirat). 


Sedangkan dalam Al Quran surah 32 As Sajdah ayat 5 yang berbunyi:  “Dia  mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik  kepada-NYA dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut  perhitunganmu”.  Maka dapat diketahui bahwa 1 (satu) hari disisi Allah itu adalah 1000 tahun dunia. Jadi umur dunia  adalah 7000 tahun. 


(2) Perhitungan umat yang terdahulu   

Dari  Ibnu Abbas, dari (cerita) Rasulullah sollallahu ‘alaihi wasallam (kepadanya), kemudian ia berkata:  “Umur Adam adalah 1000 tahun”.  Kemudian ia berkata: Antara Adam dengan Nuh adalah 1000 tahun,  dan antara Nuh dengan Ibrahim adalah 1000 tahun, dan antara Ibrahim dengan  Musa adalah 700 tahun,  dan antara Musa dengan Isa adalah 1500 tahun,  sedangkan antara Isa dengan Nabi kita adalah 600 tahun. [HR. Hakim]


Jadi dapat dihitung bahwa masa (umur umat terdahulu) adalah 1000 + 1000 + 700 + 1500 + 600 = 4800  tahun.  Nabi  Adam adalah manusia pertama, sehingga umur dunia tidak dihitung dari tahun sebelum Adam, melainkan dihitung sejak beliau diturunkan ke bumi. 


(3) Perhitungan waktu antara terbitnya matahari dari arah barat hingga ditiupnya sangkakala kiamat   

Hadis-hadis yang menerangkan tentang perhitungan waktu ini adalah: 


1.  Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Manusia akan menetap setelah  terbitnya matahari dari tempatnya terbenam selama 120 tahun.” (Hadits  sohih mauquf riwayat Ahmad, Thabrani, Ibnu Abu Syibah dan Abdul Razzaq,  Al Haitsami  mengatakan para perawinya wara' dan terpercaya) 


2.  Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam bersabda: Jarak waktu  antara dua tiupan itu adalah empat puluh. Mereka bertanya: Wahai Abu Hurairah, apakah 40 hari? Ia   menjawab: Aku tidak dapat menyebutkan. Mereka bertanya lagi: 40 bulan?  Ia menjawab (kembali): Aku  tidak dapat menyebutkan. Mereka bertanya  lagi: 40 tahun? Ia (kembali) menjawab : Aku tidak dapat  menyebutkan. Kemudian ALLAH menurunkan hujan, sehingga mayat-mayat tumbuh (bangkit)  seperti  tumbuhnya tanaman sayuran. Tidak ada satu bagian tubuh manusia kecuali semua telah hancur selain satu  tulang, yaitu tulang ekornya dan  dari tulang itulah jasad manusia akan disusun kembali pada hari kiamat. (HR. Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad & Malik)


3.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah mengumpulkan orang-orang yang awal dan orang-orang yang yang terakhir pada suatu  hari yang dimaklumkan yaitu selama 40 (empat puluh) tahun  dalam keadaan menengadah dan membeliakkan kedua mata mereka ke langit untuk menunggu  keputusan pengadilan dan Allah akan turun dalam lindungan awan-awan.(Hadis hasan riwayat Adz Dzahabi) 


4.  Dalam suatu hadis sohih (dari Saad bin Abi Waqash) dikatakan bahwa  Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam telah bersabda: Hari dimana manusia akan berdiri menghadap Tuhan semesta alam adalah selama setengah hari. (Beliau menerangkan Al Quran surah ke-83 Al Muthaffifin). 


Sudah  kita ketahui bahwa setengah hari akhirat adalah 500 tahun. Hal ini bersesuaian dengan hadis Bukhari dan Muslim yang mengatakan bahwa “Kaum fakir miskin akan memasuki sorga sebelum orang- orang kaya selama  setengah hari yaitu selama 500 tahun.  Perhitungan waktu menjelang al sa'ah (kiamat) adalah sebagai berikut:


1.  Dihitung sejak terbit matahari dari arah Barat adalah karena setelah perkara itu terjadi maka tidak ada  lagi dosa yang diampuni, segala  pintu tobat ditutup, dan tidak diterima lagi syahadat. Artinya tidak ada lagi  Islam. 


2.  Dan diakhiri hingga manusia berdiri di padang Mahsyar menghadap Allah adalah karena saat itu manusia baru dibangkitkan dari kubur dan belum dihisab.


3. Dari hadis-hadis di depan, maka kita ketahui jarak waktu:

 Matahari dari arah barat ~ tiupan pertama = 120 tahun

Tiupan pertama ~ tiupan kedua = 40 tahun

Tiupan kedua ~ kebangkitan seluruh manusia = 40 tahun

Kebangkitan ~ perhisaban (penentuan sorga dan neraka) = 500 tahun 


Sehingga,  dapat disimpulkan bahwa jarak waktu dari terbitnya matahari dari arah Barat hingga berdiri di padang Mahsyar adalah 120 + 40 + 40 + 500 = 700  tahun 


Kesimpulan perhitungan Imam Suyuthi:  Umur dunia = umur umat terdahulu + umur umat Islam + masa hari akhir 


Telah kita ketahui bahwa:
Perhitungan umur dunia adalah 7000 tahun
Perhitungan umur umat-umat terdahulu adalah 4800 tahun

Perhitungan masa sejak ditolaknya syahadat hingga kiamat adalah 700 tahun 

Sehingga dapat dihitung,  Umur umat Islam = 7000 – 4800 – 700 = 1500 tahun. Kemudian  dikurangi dengan masa kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga didapat bahwa sisa umur umat Islam adalah:  1500 – 23 = 1477 tahun 


Sebagaimana  kita ketahui bahwa sejak diutusnya Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam hingga  beliau wafat adalah 23 tahun, dimana 13 tahun beliau  SAW berada di Makkah, kemudian diperintahkan  Allah untuk hijrah ke  Madinah, disini beliau berdakwah hingga beliau wafat selama 10 tahun.  Dan  penulisan taqwim Hijriah dihitung pada saat beliau Hijrah. 


Imam  Suyuthi menambahkan dalam kitabnya yang berjudul Al Kassaf ketika  menerangkan tentang  keluarnya Imam Mahdi ‘alaihis salam berkata: “Hadis-hadis hanya menunjukkan bahwa masa-masa (umur)  umat ini (Islam)  lebih dari 1000 tahun dan tambahannya sama sekali tidak lebih dari 500 tahun.   Jika umur Islam = 1477 tahun, dan sekarang kita berada di tahun 2016 Masehi atau 1437 Hijriah.  Maka sisa umur Islam adalah: 1477 – 1437 = 40 tahun.  “40 tahun adalah sisa umur umat Islam sejak masa ini.” 

Hanya  Allah yang mengetahuinya. Maka sebagai manusia yang berakal dan  beriman, sudah sepantasnya kita bersiap siaga dengan memantapkan kesatuan ummah dan memperbaiki segala amal ibadah.



Al-habib Muhammad Rafiq Al-kaff.

Sisa Umur Ummat Nabi Muhammad (Datangnya Hari Kiamat) Bag. 3

$
0
0
Imam Ibnu Rajab Al Hanbali

Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: Sesungguhnya masa menetap  kamu dibandingkan  dengan umat-umat yang telah berlalu adalah seperti  jarak waktu antara salat Ashar hingga terbenamnya  matahari.  Hadis  tersebut diriwayatkan dari Ibnu Umar oleh Imam Bukhari.

Dan menurut penafsiran Ibnu Rajab,  “umat-umat yang telah berlalu” itu adalah umat  Nabi Musa (yahudi) dan umat Nabi Isa (nasrani) karena  ada hadis sahih  lain yang berbunyi seperti itu yang intinya membandingkan Islam dengan  Ahli Kitab.  Beliau  telah meletakkan keseluruhan masa dunia adalah seperti satu hari penuh  dengan siang dan malamnya. Beliau menjadikan waktu yang telah berlalu  dari umat-umat terdahulu dari masa Nabi Adam  hingga Nabi Musa seperti  waktu satu malam dari hari tersebut, dan waktu itu adalah 3000 tahun. Kemudian beliau menjadikan masa umat-umat yahudi, nasrani dan Islam  adalah seperti waktu siang dari  hari tersebut, maka berarti waktu itu  juga 3000 tahun. 

Kemudian  beliau mentafsirkan hadis Bukhari lainnya bahwa masa-masa amaliah umat  Bani Israil (umat  Nabi Musa) hingga datangnya Nabi Isa seperti setengah  hari pertama, dan masa amaliah umat Isa adalah  seperti waktu salat Zuhur hingga salat Ashar, dan masa amaliah umat Islam adalah seperti  sesudah salat Ashar hingga terbenamnya matahari. 

Jadi perhitungan menurut Ibnu Rajab itu sebagai berikut:   
Masa umat-umat Adam hingga Musa = satu malam penuh = 3000 tahun

Masa umat-umat (yahudi – nasrani – Islam) = satu siang penuh = 3000 tahun

Umur Yahudi = setengah hari dari siang tersebut = ½ dari 3000 = 1500 tahun

Umur Nasrani = mengikuti hadis Muslim dari Salman al Farisi yaitu = 600 tahun  Maka  umur umat Islam adalah 1500 – 600 = 900 tahun.

Kemudian 900 tahun ini  ditambahkan lagi 500 tahun (setengah hari akhirat) sebagaimana hadis  dari Saad bin Abu Waqash riwayat Abu Dawud, Ahmad  (yang ada dihalaman  terdahulu).  Sehingga  umur Islam menurut Ibnu Rajab adalah 900 + 500 = 1400 tahun, belum  termasuk tambahan tahun.

Namun beliau tidak menyebut berapa tahun tambahannya.  Perhitungan ini sama dengan metode yang digunakan oleh Ibnu Hajar.

Kesimpulan tiga pendapat

1. Umur Umat Islam menurut Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani adalah 1476 tahun. Atausisa 40 tahun lagi  dari sekarang (2016). 

2. Umur Umat Islam menurut Jalaluddin As-Suyuthi adalah 1477 tahun. Atau sisa 41 tahun lagi dari  sekarang (2016). 

3. Umur Umat Islam menurut Ibnu Rajab Al-Hanbali adalah lebih dari 1400 tahun.

Wallahu a’lam bis showab, hanya  Allah yang mengetahuinya. Maka sebagai manusia yang berakal dan  beriman, sudah sepantasnya kita bersiap siaga dengan memantapkan kesatuan ummah dan memperbaiki segala amal ibadah.



Al-habib Muhammad Rafiq Al-kaff

Teguran Dari Langit

$
0
0

Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam!


Betapa banyak lampu telah dipadamkan oleh hembusan hawa nafsu; 

Betapa banyak ahli ibadah yang dirusak oleh sikap ujubnya; 

Betapa banyak orang kaya yang dihancurkan oleh kekayaannya; 

Betapa banyak orang miskin yang dibinasakan oleh kemiskinannya; 

Betapa banyak orang sehat yang dirusak oleh kesehatannya; 

Betapa banyak orang pandai yang dibinasakan oleh ilmunya; serta 

Betapa banyak orang bodoh yang dirusak oleh kebodohannya sendiri.


Jika bukan karena banyaknya orang tua yang masih melakukan rukuk, anak muda yang beribadah dengan khusyuk, bayi-bayi yang masih menyusu, dan hewan-hewan yang digembala, 

Niscaya Aku jadikan langit di atas kalian menjadi besi; 

Bumi menjadi tandus; dan 

Debu menjadi abu; Serta, 

Tak akan Ku-turunkan hujan bagi kalian setetes pun dari langit; 

Tak akan Ku-tumbuhkan di atas bumi satu benih pun, dan 

Akan Aku timpakan kepada kalian siksa yang keras.”


ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ :

ﻳَﺎﺑْﻦَ ﺁﺩَﻡَ !

ﻛَﻢْ ﻣِﻦْ ﺳِﺮَﺍﺝٍ ﻗَﺪْ ﺃَﻃْﻔَﺄَﺗْﻪُ ﺭِﻳْﺢُ ﺍﻟْﻬَﻮَﻯ، ﻭَﻛَﻢْ ﻣِﻦْ ﻋَﺎﺑِﺪٍ ﻗَﺪْ ﺃَﻓْﺴَﺪَﻩُ ﺍﻟْﻌُﺠْﺐُ، ﻭَﻛَﻢْ ﻣِﻦْ ﻏَﻨِﻲٍّ ﺃَﻓْﺴَﺪَﻩُ ﺍﻟِﻐَﻨَﺎﺀُ، ﻭَﻛَﻢْ ﻣِﻦْ ﻓَﻘِﻴْﺮٍ ﺃَﻓْﺴَﺪَﻩُ ﺍﻟْﻔَﻘْﺮُ، ﻭَﻛَﻢْ ﻣِﻦْ ﺻَﺤِﻴْﺢٍ ﺃَﻓْﺴَﺪَﺗْﻪُ ﺍﻟْﻌَﺎﻓِﻴَﺔُ، ﻭَﻛَﻢْ ﻣِﻦْ ﻋَﺎﻟِﻢٍ ﺃَﻓْﺴَﺪَﻩُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢُ، ﻭَﻛَﻢْ ﻣِﻦْ ﺟَﺎﻫِﻞٍ ﺃَﻓْﺴَﺪَﻩُ ﺍﻟْﺠَﻬْﻞُ .

ﻓَﻠَﻮْﻻَ ﻣَﺸَﺎﻳِﺦُ ﺭُﻛَّﻊٌ، ﻭَﺷَﺒَﺎﺏٌ ﺧُﺸَّﻊٌ، ﻭَﺃَﻃْﻔَﺎﻝٌ ﺭُﺿَّﻊٌ، ﻭَﺑَﻬَﺎﺋِﻢُ ﺭُﺗَّﻊٌ، ﻟَﺠَﻌَﻠْﺖُ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀَ ﻣِﻦْ ﻓَﻮْﻗِﻜُﻢْ ﺣَﺪِﻳْﺪًﺍ، ﻭَﺍﻷَﺭْﺽَ ﺻَﻔْﺼَﻔًﺎ، ﻭَﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺏَ ﺭَﻣَﺎﺩًﺍ، ﻭَﻟَﻤَﺎ ﺃَﻧْﺰَﻟْﺖُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﻗَﻄْﺮَﺓً، ﻭَﻟَﻤَﺎ ﺃَﻧْﺒَﺘَﺖْ ﻓِﻲ ﺍﻷﺭْﺽِ ﻣِﻦْ ﺣَﺒَّﺔٍ، ﻭَﻟَﺼَﺒَﺒْﺖُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ﺍﻟﻌَﺬَﺍﺏَ ﺻَﺒًّﺎ.





Hadis Qudsi, dikutip dari kitab Mawaizh fi al-Ahadis al-Qudsiyyah, karya Imam Al-Ghazali.

Mintalah Pertolongan Kepada Allah

$
0
0

“Jika engkau mengetahui bahwa setan tidak pernah lupa kepadamu, jangan kau lalai terhadap Dzat Yang Menggenggam Nasibmu.” 
(Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam)

Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa jika kita mengetahui bahwa setan tidak pernah lupa kepada kita, juga tidak pernah bosan menyesatkan, menggoda dan memerangi diri kita, maka kita jangan pernah lupa terhadap Dzat yang menggenggam ubun-ubun kita. Ingatlah bahwa setan tak akan berhenti menjerumuskan kita ke lembah kesesatan.


Dalam satu riwayat disebutkan bahwa setiap manusia memiliki setan yang menaruh belalainya di hati manusia. Jika manusia lupa berdzikir kepada Allah, setan akan membisikinya. Sebaliknya, jika manusia berdzikir, maka setan akan mundur dan menutup diri. Maka, jangan lupa kepada Dzat yang menentukan nasibmu, yaitu Allah. Jangan kau lupa untuk berlindung kepada-Nya, karena Dialah yang akan mencukupi dan melindungimu.


Barangsiapa yang memiliki sifat-sifat keimanan, ubudiyyah, tawakal dan selalu berlindung kepada Allah, pasti Allah akan menolongnya dalam mengalahkan musuhnya.


Dzu Nun Al-Mishri mengatakan, “Jika setan bisa melihatmu dari tempat yang tak bisa engkau lihat, Allah pasti bisa melihat setan itu dari tempat yang setan pun tak mampu melihat-Nya. Maka, mintalah pertolongan Allah atas gangguan setan.”


Abu Said Al-Khudri r.a. meriwayatkan, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Iblis berkata kepada Tuhannya: ‘Demi keagungan dan kebesaran-Mu, aku tidak akan berhenti menggoda anak Adam selama ruh mereka masih dalam jasad mereka.’ Maka, Allah berfirman kepada Iblis: ‘Demi keagungan dan kebesaran-Ku, Aku tidak akan berhenti mengampuni mereka selama mereka meminta ampunan kepada-Ku.’”




Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi

Akibat Meninggalkan dan Mengakhirkan Waktu Sholat

$
0
0
 حكاية

 روي أن امرأة من بني إسرائيل جاءت إلى موسى عليه السلام فقالت: يا رسول الله إني أذنبت ذنباً عظيماً وقد تبت منه إلى الله تعالى فادع الله أن يغفر لي ذنبي ويتوب علي فقال لها موسى عليه السلام: وما ذنبك? قالت: يا نبي الله إني زنيت وولدت ولداً فقتلته فقال لها موسى عليه السلام: اخرجي يا فاجرة لا تنزل نار من السماء فتحرقنا بشؤمك فخرجت من عنده منكسرة القلب فنزل جبريل عليه السلام وقال يا موسى الرب تعالى يقول لك لم رددت التائبة يا موسى أما وجدت شراً منها قال موسى: يا جبريل ومن هو شر منها? قال: تارك الصلاة عامداً متعمداً.



Diriwayakan sesungguhnya seorang perempuan dari bani israel mendatangi Nabi Musa alaihis salam, kemudian dia berkata, " wahai Rasululloh, sesunguhnya aku telah melakukan satu dosa yang besar, dan aku telah bertaubat kepada Allah ta'ala, maka doakanlah aku agar Allah mengampuni dan menerima taubatku ."



Nabi Musa berkata, " dosa apa yang kamu lakukan ?"



Perempuan menjawab, " wahai Nabiyalloh, sesungguhnya aku telah berzina kemudian aku mempunyai anak dan anak tersebut kubunuh ."



Nabi Musa berkata, " keluarlah dari sini wahai perempuan lacur, jangan sampai api dari langit turun kemudian membakar kami sebab keburukanmu ."



Kemudian perempuan tersebut keluar dengan hati yang sedih, lalu malaikat Jibril alaihis salaam turun dan berkata kepada Nabi Musa, " wahai Musa, Allah ta'ala berfirman kepadamu : 'mengapa engkau menolak perempuan yang bertaubat ? apakah engkau tidak menemukan yang lebih buruk darinya ? "



Nabi Musa berkata, " wahai Jibril, siapakan yang lebih buruk darinya ? "



Jibril menjawab, " yang lebih buruk dari perempuan tersebut adalah orang yang meninggalkan sholat secara sengaja ."



 حكاية أخرى

 عن بعض السلف أنه أتى أختاً له ماتت فسقط كيس منه فيه مال في قبرها فلم يشعر به أحد حتى انصرف عن قبرها ثم ذكره فرجع إلى قبرها فنبشه بعدما انصرف الناس فوجد القبر يشعل عليها ناراً فرد التراب عليها ورجع إلى أمه باكياً حزيناً فقال: يا أماه أخبريني عن أختي وما كانت تعمل قالت وما سؤالك عنها قال: يا أمي رأيت قبرها يشتعل عليها ناراً قال: فبكت وقالت: يا ولدي كانت أختك تتهاون بالصلاة وتؤخرها عن وقتها. فهذا حال من يؤخر الصلاة عن وقتها فكيف حال من لا يصلي فنسأل الله تعالى أن يعيننا على المحافظة عليها في أوقاتها إنه جواد كريم.



Dari sebagian ulama' salaf sesungguhnya dia mengunjungi saudarinya yang wafat, kemudian dompetnya jatuh kedalam kuburan saudarinya tapi tidak ada seorangpun yang mengetahuinya hingga dia pergi dari kubur saudarinya.



Dia teringat, lalu dia kembali kekuburan dan menggalinya setelah orang-orang pergi dan ternyata di dalam kubur tersebut ada api yang menyala nyala, kemudian dia tutup kembali dengan tanah yang digalinya dan kembali kepada ibunya sambil menangis sedih.



Dia berkata, " wahai ibu, ceritakanlah kepadaku tentang saudariku,apa yang dulu pernah di lakukannya ?"



Ibu : " pertanyaanmu ini tentang apa ?"



" wahai ibu, aku melihat di dalam kuburnya ada api yang menyala-nyala .", Jawab Sang Anak



Kemudian sang ibu menangis dan berkata, " wahai anakku, dahulu saudarimu itu suka mempermudah sholat dan mengakhirkan dari waktunya."



Itu adalah keadaan orang yang mengakhirkan sholat dari waktunya, lalu bagaimakah keadaan orang yang tidak mau sholat ?





Dinukil dari kitab Al Kabair Imam Dzihabi oleh Ust. Mas Hamzah PISS KTB

Lupa Tidak Melakukan Salah Satu Rukun Sholat

$
0
0
Bagaimana tata cara orang sholat yang lupa sehingga tidak mengerjakan salah satu rukun , dan kemudian ingat bahwa dia kelupaan tidak mengerjakan suatu rukun, baik ingatnya di dalam solat atau di luar sholat .

Hal seperti itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

ولو سها غير مأموم بترك ركن أو شك أتى به إن كان قبل فعل مثله وإلا أجزأه وتدارك.

ولو سها غير مأموم في الترتيب بترك ركن كأن سجد قبل الركوع أو ركع قبل الفاتحة لغا ما فعله حتى يأتي بالمتروك فإن تذكر قبل بلوغ مثله أتىبه وإلا فسيأتي بيانه.أو شك هو أي غير المأموم في ركن هل فعل أم لا كأن شك راكعا هل قرأ الفاتحة أو ساجدا هل ركع أو اعتدل أتى به فورا وجوبا إن كان الشك قبل فعله مثله أي مثل المشكوك فيه من ركعة أخرى وإلا أي وإن لم يتذكر حتى فعل مثله في ركعة أخرى أجزأه عن متروكة ولغا ما بينهما.هذا كله إن علم عين المتروك ومحله فإن جهل عينه وجوز أنه النية أو تكبيرة الإحرام بطلت صلاته.ولم يشترط هنا طول فصل ولا مضي ركن.

fathul mu'in 1/124.

(قوله: فإن جهل عينه الخ) مفهوم قوله: إن علم عين المتروك.وسكت عن مفهوم قوله: وعلم محله، وهو ما إذا جهل محله وعلم عينه.وحاصله أنه يأخذ فيه بالأحوط، فإذا علم أنه ترك سجدة ولم يعلم أهي من الركعة الأخيرة أم من غيرها جعلها منه وأتى بركعة، أو علم ترك سجدتين وجهل محلهما أتى بركعتين، فإنه يقدر أنه ترك سجدة من الأولى وسجدة من الثانية فيجبران بالثانية والرابعة ويلغو باقيهما.

I’anah 1/209

Bila ghoer mamum (imam dan munfarid) lupa atau ragu meninggalkan salah satu rukun dan dia mengetahui bagian yang tertinggalnya, maka ada beberapa kemungkinan:

1. Bila baru ingat sebelum sampai pada pekerjaan sejenis pada rokaat berikutnya, maka langsung ke posisi rukun yang tertinggal. Misal, ketika sujud dia teringat tidak membaca fatihah, maka langsung berdiri dan membaca fatihah.

2. Bila baru ingat setelah sampai pada pekerjaan sejenis pada rokaat berikutnya, maka teruskan saja rokaat itu, adapun pekerjaan (rokaat) yang tidak sempurna sebelumnya menjadi lagho, dan harus ditambah.

3. Bila tidak mengetahui mana dan dimana bagian yang tertinggal, maka ditambah saja satu rokaat. 

Termasuk juga dalam masalah ini, bila ingat ada bagian yang tertinggal tetapi lupa apakah pada rokaat terakhir atau rokaat sebelumnya, maka tambah saja satu rokaat.

Semua permasalah di atas, menyangkut rukun solat selain niat dan takbirotul ihrom. Bila menyangkut keduanya, artinya lupa atau ragu terhadap niat atau takbirotul ihrom maka solatnya batal.

Jika ragu setelah salam, menurut pendapat yang Masyhur tidak berpengaruh, karena dengan selesainya shalat, semua masalah dianggap selesai.

حاشيتا قليوبي وعميرة الجزء 1 صحـ : 231 مكتبة دار الكتب العربية(وَلَوْ شَكَّ بَعْدَ السَّلاَمِ فِي تَرْكِ فَرْضٍ لَمْ يُؤَثِّرْ عَلَى الْمَشْهُورِ) ِلأَنَّ الظَّاهِرَ وُقُوعُ السَّلاَمِ عَنْ تَمَامٍ وَالثَّانِيْ يُؤَثِّرُ ِلأَنَّ اْلأَصْلَ عَدَمُ فِعْلِهِ فَيَبْنِيْ عَلَى الْمُتَيَقَّنِ وَيَسْجُدُ كَمَا فِي صُلْبِ الصَّلاَةِ إنْ لَمْ يَطُلِ الْفَصْلُ فَإِنْ طَالَ اسْتَأْنَفَ كَمَا فِي أَصْلِ الرَّوْضَةِ وَمَرْجِعُ الطُّولِ الْعُرْفُ وَلاَ فَرْقَ فِي الْبِنَاءِ بَيْنَ أَنْ يَتَكَلَّمَ وَيَمْشِيَ وَيَسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةَ وَبَيْنَ أَنْ لاَ يَفْعَلَ ذَلِكَ قَوْلُهُ (وَلَوْ شَكَّ بَعْدَ السَّلاَمِ) أَيْ طَرَأَ لَهُ بَعْدَ سَلاَمِهِ التَّرَدُّدُ فِي حَالِهِ قَبْلَ صَلاَتِهِ أَوْ فِيهَا وَخَرَجَ بِالتَّرَدُّدِ تَذَكُّرُ حَالِهِ وَإِخْبَارُ عَدَدٍ بِالتَّوَاتُرِ قَالَ شَيْخُنَا وَكَذَا ظَنُّهُ بِخَبَرِ عَدْلٍ ِلأَنَّ الظَّنَّ مَعَهُ كَالْيَقِينِ قَوْلُهُ (فِي تَرْكِ فَرْضٍ) عَدَلَ عَنْ أَنْ يَقُولَ فِي تَرْكِ رُكْنٍ لِيَشْمَلَ الرُّكْنَ وَبَعْضَهُ وَالشَّرْطَ وَبَعْضَهُ وَالْمُعَيَّنَ مِنْهُمَا وَالْمُبْهَمَ كَتَرْكِ الْفَاتِحَةِ أَوْ بَعْضِهَا أَوْ الرُّكُوعِ أَوْ طُمَأْنِينَتِهِ أَوْ بَعْضِ اْلأَرْكَانِ اه

Wallahu’alam.



http://www.facebook.com/groups/piss.ktb/permalink/380482355307912/ Oleh Mbah Jenggot

Dalil Adzan Jum'atan Dua Kali (1)

$
0
0
Pada dasarnya mayoritas umat Islam di Nusantara menyelenggarakan jamaah shalat Jum’at dengan mengumdangkan adzan dua kali menjelang khutbah. Tetapi ada juga suatu kelompok yang mencukupkan adzan satu kali, yaitu ketika khatib sudah duduk di atas mimbar. Sementara umat Islam yang mengumandangkan adzan dua kali, biasanya adzan yang pertama dilakukan ketika sudah masuk waktu dzuhur, dan adzan yang kedua ketika khatib sudah duduk di atas mimbar. Permasalahannya sekarang adalah, mengapa bisa terjadi perbedaan tersebut?


Semuanya bersumber dari riwayat dalam kitab-kitab hadits bahwa pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar bin Khathab –radhiyallahu ‘anhuma-, adzan menjelang shalat Jum’at hanya dilakukan sekali saja. Tetapi pada masa Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, penduduk Kota Madinah semakin banyak, dan tentu saja kota-kota yang lain juga demikian. Nah untuk mengantisipasi keterlambatan umat Islam menghadiri shalat Jum’at, beliau memerintahkan para mua’dzdzin untuk mengumandangkan adzan dua kali. 

Ijtihad ini beliau lakukan karena melihat masyarakat Muslim sudah mulai banyak dan tempat tinggalnya berjauhan. Sehingga dibutuhkan satu adzan lagi untuk memberi tahu bahwa shalat Jum'at hendak dilaksanakan. Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya sebagai berikut:


ﻋَﻦِ ﺍﻟﺴَّﺎﺋِﺐِ ﺑْﻦِ ﻳَﺰِﻳْﺪَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ : ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻨِّﺪَﺍﺀُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺠُﻤْﻌَﺔِ ﺃَﻭَّﻟَﻪُ ﺍِﺫَﺍ ﺟَﻠَﺲَ ﺍﻻِﻣَﺎﻡُ ﻋَﻠﻰ ﺍﻟْﻤِﻨْﺒَﺮِ ﻋَﻠﻰَ ﻋَﻬْﺪِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻭَﺃَﺑِﻲْ ﺑَﻜْﺮٍ ﻭَﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻋُﺜْﻤَﺎﻥُ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﻛَﺜُﺮَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺯَﺍﺩَ ﺍﻟﻨِّﺪَﺍﺀَ ﺍﻟﺜَّﺎﻟِﺚَ ﻋَﻠﻰ ﺍﻟﺰَّﻭْﺭَﺍﺀِ ﻭَﻫِﻲَ ﺩَﺍﺭٌ ﻓِﻰ ﺳُﻮْﻕِ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳْﻨَﺔِ . ﺭَﻭَﺍﻩُ ﺍﻟْﺒُﺨَﺎﺭِﻱُّ


“Sa’ib bin Yazid berkata: “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar adzan Jum’at pada mulanya dilakukan setelah imam duduk di atas mimbar. Kemudian pada masa Utsman, dan masyarakat semakin banyak, maka menambah adzan ketiga di atas zaura’, yaitu nama rumah di pasar Madinah,” (HR. Bukhari).


Hadits shahih menjelaskan, bahwa pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khalifah Abu Bakar dan Umar, adzan Jum’at dikumandangkan setelah khathib duduk di atas mimbar. Akan tetapi, pada masa Khalifah Utsman, ketika masyarakat semakin banyak dan tempat tinggal mereka berjauhan, beliau menambah adzan yang ketiga, yaitu adzan setelah masuknya waktu zhuhur di atas Zaura’, di pasar kota Madinah. Sedangkan adzan selanjutnya adalah adzan ketika khathib sudah duduk di atas mimbar, dan iqamah ketika khathib selesai membaca khutbah dan menjelang shalat Jum’at. Berdasarkan hadits tersebut, para ulama menganjurkan adzan shalat Jum’at dilakukan dua kali. 

Al-Imam Zainuddin al-Malibari, berkata dalam kitab Fathul Mu'in, sebagai berikut:


ﻭَﻳُﺴَﻦُّ ﺃَﺫَﺍﻧَﺎﻥِ ﻟِﺼُﺒْﺢٍ ﻭَﺍﺣِﺪٌ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﻔَﺠْﺮِ ﻭَﺁﺧَﺮُ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻓَﺈِﻥ ﺍﻗَﺘَﺼَﺮَ ﻓَﺎﻷَﻭْﻟَﻰ ﺑَﻌْﺪَﻩُ، ﻭَﺃَﺫَﺍﻧَﺎﻥِ ﻟِﻠْﺠُﻤْﻌَﺔِ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺻُﻌُﻮْﺩِ ﺍﻟﺨَﻄِﻴْﺐِ ﺍﻟﻤِﻨْﺒَﺮَ ﻭَ ﺍْﻷَﺧَﺮُ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻗَﺒْﻠَﻪُ .


"Disunnahkan adzan dua kali untuk shalat Shubuh, yakni sebelum fajar dan setelahnya. Jika hanya mengumandangkan satu kali, maka yang utama dilakukan setelah fajar. Dan sunnah dua adzan untuk shalat Jum'at. Salah satunya setelah khatib naik ke mimbar dan yang lain sebelumnya". (Fath al-Mu'in: 15)


Meskipun adzan tambahan Khalifah Utsman tersebut tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi para sahabat yang hidup pada masa tersebut tidak ada yang mengingkarinya. Sebagian ulama, dalam membenarkan ijtihad Khalifah Utsman tersebut, menganalogikannya dengan adzan shubuh, yang dilaksanakan dua kali sejak masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari (juz 3 hal. 45).



Ust. Idrus Ramli

Dalil Adzan Jum'atan Dua Kali (2)

$
0
0
Di sisi lain, dengan mengikuti adzan dua kali tersebut apakah tidak bertentangan dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melaksanakan adzan hanya satu kali? 

Tentu saja tidak bertentangan, karena Khalifah Utsman termasuk Khulafaur Rasyidin, yang diperintahkan diikuti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻌِﺮْﺑَﺎﺽِ ﺑْﻦِ ﺳَﺎﺭِﻳَﺔَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺴُﻨَّﺘِﻲْ ﻭَﺳُﻨَّﺔِ ﺍﻟْﺨُﻠَﻔَﺎﺀِ ﺍﻟﺮَّﺍﺷِﺪِﻳْﻦَ ﺍﻟْﻤَﻬْﺪِﻳِّﻴْﻦَ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻱْ . ‏( ﺭَﻭَﺍﻩُ ﺃَﺑُﻮْ ﺩَﺍﻭُﺩَ ﻭَﺍﻟﺘِّﺮْﻣِﺬِﻱُّ ﻭَﺍﺑْﻦُ ﻣَﺎﺟَﻪْ ﻭَﻏَﻴْﺮُﻫُﻢْ . ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺘِّﺮْﻣِﺬِﻱُّ ﺣَﺴَﻦٌ ﺻَﺤِﻴْﺢٌ ).


“Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berpeganglah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang memperoleh petunjuk sesudahku”.


Tentang adzan Jum’at di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, memang benar bahwa di dua masjid termulia di dunia itu adzan Jum’at dikumandangkan dua kali sebagaimana tuntunan Khalifah Utsman bin Affan. Hal ini sama dengan shalat tarawih yang juga dilakukan dengan 20 rakaat sebagaimana tuntunan dari Khalifah Umar ibn Khattab.


Mungkin di sini ada yang bertanya, bagaimana dengan satu kelompok yang mengumandangkan adzan Jum’at satu kali dan membid’ahkan adzan dua kali? 

Pada dasarnya kelompok yang membid’ahkan adzan Jum’at dua kali, adalah sayap radikal dari aliran Salafi-Wahabi yang mengikuti pandangan Syaikh Nashir al-Albani, dari Yordania. Syaikh al-Albani mengharamkan dan membid’ahkan adzan Jum’at dua kali, dan mencukupkan dengan adzan satu kali. Hanya saja pandangan Syaikh al-Albani tersebut ditentang keras oleh kalangan Salafi-Wahabi sendiri. Misalnya Syaikh Ibnu Utsaimin, ulama Salafi-Wahabi dari Saudi Arabia berkata:


ﻳَﺄْﺗِﻲْ ﺭَﺟُﻞٌ ﻓِﻲْ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﻌَﺼْﺮِ، ﻟَﻴْﺲَ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺷَﻲْﺀٌ، ﻭَﻳَﻘُﻮْﻝُ : ﺃَﺫَﺍﻥُ ﺍﻟْﺠُﻤْﻌَﺔِ ﺍْﻷَﻭَّﻝُ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ، ﻷَﻧَّﻪُ ﻟَﻴْﺲَ ﻣَﻌْﺮُﻭْﻓﺎً ﻋَﻠﻰَ ﻋَﻬْﺪِ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ، ﻭَﻳَﺠِﺐُ ﺃَﻥْ ﻧَﻘْﺘَﺼِﺮَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻷَﺫَﺍﻥِ ﺍﻟﺜَّﺎﻧِﻲْ ﻓَﻘَﻂْ ! ﻓَﻨَﻘُﻮْﻝُ ﻟَﻪُ : ﺇِﻥَّ ﺳُﻨَّﺔَ ﻋُﺜْﻤَﺎﻥَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﺳُﻨَّﺔٌ ﻣُﺘَّﺒَﻌَﺔٌ ﺇِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﺗُﺨَﺎﻟِﻒْ ﺳُﻨَّﺔَ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ، ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻘُﻢْ ﺃَﺣَﺪٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼَّﺤَﺎﺑَﺔِ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻫُﻢْ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﻣِﻨْﻚَ ﻭَﺃَﻏْﻴَﺮُ ﻋَﻠﻰَ ﺩِﻳْﻦِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑِﻤُﻌَﺎﺭَﺿَﺘِﻪِ، ﻭَﻫُﻮَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨُﻠَﻔَﺎﺀِ ﺍﻟﺮَّﺍﺷِﺪِﻳْﻦَ ﺍﻟْﻤَﻬْﺪِﻳِّﻴْﻦ،َ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺃَﻣَﺮَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺑِﺎﺗِّﺒَﺎﻋِﻬِﻢْ . ‏( ﺍِﺑْﻦُ ﻋُﺜَﻴْﻤِﻴْﻦ، ﺷَﺮْﺡُ ﺍﻟْﻌَﻘِﻴْﺪَﺓِ ﺍﻟْﻮَﺍﺳِﻄِﻴَّﺔِ ).


“Ada seorang laki-laki dewasa ini yang tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali mengatakan, bahwa azan Jum’at yang pertama adalah bid’ah, kerana tidak dikenal pada masa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kita harus membatasi pada azan kedua saja! Kita katakan pada laki-laki tersebut: “Sesungguhnya sunahnya Utsman RA adalah sunah yang harus diikuti apabila tidak menyalahi sunah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ditentang oleh seorangpun dari kalangan sahabat yang lebih mengetahui dan lebih ghirah terhadap agama Allah dari pada kamu (al-Albani). Beliau (Utsman RA) termasuk Khulafaur Rasyidin yang memperoleh pentunjuk, dan diperintahkan oleh Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diikuti.” (Syaikh Ibnu Utsaimin, Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyyah, hal. 638).


Pernyataan Syaikh Ibnu Utsaimin tersebut, ditegaskan kembali dalam bukunya, Syarh Riyadh al-Shalihin, juz 5 hal. 27, bahwa yang membid’ahkan adzan pertama dalam shalat Jum’at adalah orang Salafi yang sok cerdas. Selanjutnya, pandangan bahwa adzan dua kali dalam shalat Jum’at termasuk sunnah, dan bukan bid’ah, juga ditegaskan oleh Tim Tetap Kajian Ilmiah dan Fatwa Saudi Arabia (Salafi-Wahabi), dalam himpunan fatwa Fatawa al-Lajnah al-Daimah lil-Buhuts al-‘Ilmiyyah wal-Ifta’, juz 8 hal. 198. Wallahu a’lam.



Ust. Idrus Ramli

Enam Tipuan Dalam Lamunan

$
0
0
Yahya bin Mu’adz berkata, “Menurutku, tipuan yang paling besar dalam mengharapkan datangnya rahmat Allah adalah:


1) Senantiasa berbuat dosa dengan harapan dosa-dosanya nanti diampuni oleh Allah tanpa adanya penyesalan;


2) Merasa dekat dengan Allah tanpa ada usaha beribadah dan taat kepada-Nya;


3) Menanti kenikmatan surga dengan menabur benih-benih siksa neraka;


4) Mencari tempat kembali orang yang taat (yaitu surga) dengan melakukan kemaksiatan;


5) Menanti pahala tanpa beramal;


6) Mengharapkan rahmat Allah dengan melakukan perbuatan yang melampaui batas.”


Berkaitan dengan perkara keempat, Allah telah berfirman:


ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺗُﺠْﺰَﻭْﻥَ ﻣَﺎ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮْﻥَ


“Sesungguhnya kalian hanya diberi balasan menurut amal yang kalian kerjakan.” (QS. Ath-Thuur (52): 16 dan At-Tahriim (66): 7)


Berkaitan dengan perkara keenam, ada satu syair yang mengatakan:


"Dia mengharapkan keselamatan, tetapi tidak mau menempuh jalannya.

Sungguh kapal laut itu tidak bisa berlayar di daratan."


Imam Hasan Basri berkata, “Barang siapa menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya dengan meninggalkan urusan akhirat, maka Allah akan menyiksanya dengan enam macam siksaan; tiga siksaan diberikan di dunia, sedangkan tiga siksaan lagi diberikan di akhirat.


Tiga macam siksaan yang diberikan di dunia adalah:


1) Angan-angan tiada akhir yang selalu menguasainya;


2) Serakah yang tidak pernah disertai qana’ah; dan


3) Dicabut darinya kenikmatan beribadah.


Adapun tiga macam siksaan yang diberikan di akhirat adalah:


1) Ditimpa ketakutan yang sangat pada hari Kiamat;


2) Akan dihisab dengan hisab yang sangat berat; dan


3) Mengalami kesedihan yang berkepanjangan.”





Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nashaihul Ibad

Keutamaan Diam

$
0
0
Al Imam Al Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin berkata, “ Ketahuilah bahwa lidah bahayanya sangat besar, sedikit orang yang selamat darinya, kecuali dengan banyak diam “. Oleh sebab itu, Pembuat syari’at memuji dan menganjurkan diam, Nabi Muhammad SAW bersabda (yang artinya), “ Barang siapa yang diam, pasti dia selamat “ (HR. At Tirmidzi)


Luqman Al Hakim berkata, “Diam itu adalah kebijaksanaan, namun sedikit sekali orang yang melakukannya”.


Abdullah bin Sufyan meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata, ”Aku berkata kepada Rasulullah SAW, wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang islam, dengan suatu perkara yang aku tidak akan bertanya lagi kepada orang lain sesudahmu.”. Nabi SAW bersabda, ”Katakanlah, aku beriman, kemudian istiqamahlah”. Dia berkata, “Lalu apakah yang harus aku jaga?”, kemudian Rasulullah SAW mengisyaratkan dengan tangan beliau ke lidah beliau. (HR. At Tirmidzi, An Nasa’I dan Ibnu Majah).


Uqbah bin ‘Amir bertanya kepada Rasulullah SAW, “ Wahai Rasulullah, apakah jalan keselamatan?”, Nabi menjawab, “Tahanlah lidahmu, tinggallah di rumahmu (jangan banyak keluar) dan tangisilah kesalahanmu”. (HR. At Tirmidzi)


Mu’adz bin Jabal bertanya kepada Rasulullah  SAW, “ Wahai Rasulullah perbuatan apakah yang paling utama?”, kemudian Rasulullah menjulurkan lidah beliau yang mulia lalu meletakkan jemarinya diatasnya dengan mengisyaratkan agar menjaganya.


Sahl bin Sa’ad meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW, dimana beliau bersabda (yang artinya), “ Siapa yang menjamin untukku (agar menjaga) apa yang ada diantara dua janggutnya (lidah) dan yang ada diantara dua kakinya (kemaluan), maka aku menjamin untuknya surga “ (HR. Bukhori)


Rasulullah SAW bersabda (yang artinya), “ Siapa yang menahan lidahnya pasti Allah menutupi
auratnya
, siapa yang dapat menahan amarahnya pasti Allah melindunginya dari siksaNya, dan siapa meminta ampun kepada Allah, Dia pasti menerima permohonan ampunannya “ (HR. Ibnu Abi Dunya).


Beliau SAW bersabda pula, “ Simpanlah lidahmu kecuali untuk kebaikan, karena dengan demikian kamu dapat mengalahkan syaitan “ (HR. Ath Thabarani dan Ibnu Hibban)


Cara menyelamatkan diri dari bahaya lidah adalah diam, kecuali dari hal yang baik dan mengundang kebaikan. Para salaf pendahulu kita lebih banyak diam daripada berbicara. Sebab dengan diam akan mengurangi dosa dan bahaya yang timbul akibat lidah. Tetapi jika hak-hak Allah dilecehkan, syariat dihina dan Rasulullah direndahkan, maka mereka tidak akan tinggal diam. Mereka akan berbicara dengan lantang dan pasti sekalipun di depan pemimpin yang kejam, sekalipun nyawa adalah taruhannya. Jadi berbicara itu baik jika ditempatkan pada posisinya dan diam itu baik jika ditempatkan pada tempatnya pula. Dan jika dibalik maka rusaklah tatanan Amr Ma’ruf  Nahi Munkar.


Bagaimana Imam Syafi’I tidak diam diri, manakala melihat sulthon berbuat ketidakadilan, dengan tegas beliau berbicara, menasehati si pemimpin itu. Tetapi jika ditanyakan sesuatu yang sekiranya tidak perlu jawaban, maka beliau diam, tidak menjawab. Lihatlah bagaimana beliau memposisikan sesuatu pada tempat dan waktu yang layak dan tepat.


Sebagian Ulama berkata, “Diam menghimpun beberapa keutamaan, diantaranya keselamatan agama, kewibawaan, konsentrasi untuk berfikir, berdzikir dan beribadah. Dan dalam diam juga terkandung keselamatan dari berbagai tanggung jawab perkataan di dunia dan hisabnya di akhirat”, Allah SWT berfirman (yang artinya), “ Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir (Raqib ‘Atid) “ (QS. Qaaf 18)


Bahkan diam mendatangkan ibadah yang berpahala, jika diam itu didasarkan karena khawatir berbicara sesuatu yang haram, demi mengharap ridho Allah. Rasulullah SAW bersabda (yang artinya), “ Maukah kalian aku beritahukan tentang ibadah yang paling mudah dan paling ringan bagi badan? Diam dan akhlak yang baik“ (HR. Ibnu Abi Dunya).


Jika anda bertanya, apa sebabnya diam memiliki keutamaan sedemikian besar?, Maka ketahuilah bahwa sebabnya karena terlalu banyak penyakit lidah, seperti ghibah, berdusta, mengadu domba, berkata keji, riya’, terlibat dalam kebathilan, bertengkar, marah, menyingkap aurat orang dan lainnya. Oleh karena banyak penyakit dan dosa yang timbul karena lidah, maka yang terbaik adalah banyak diam. Kemampuan menahan lidah adalah jalan keselamatan, oleh sebab itu keutamaan diam sangatlah besar. Wallahu A’lam.



Disarikan dari kitab Ihya’ Ulumiddin karya Imam Al Ghazali dan An Nashoihud Diniyyah karya Al Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad.

Ucapan Imam Syafi'i Yang Disalahpahami (1)

$
0
0
Ucapan (Qoul) Imam Syafi’i yang dimaksud dalam pembahasan kali ini adalah:



إذا صح الحديث فهو مذهبي



"Apabila shahih hadits, maka itulah mazhabku".



Imam Syafi’i merupakan nama yang tidak asing lagi di telinga kita, terlebih lagi umat Islam Asia Tenggara umumnya merupakan penganut Mazhab beliau dalam bidang fiqh. Banyak mutia kalam Imam Syafii yang dikutip para ulama sesudahnya baik dalam ranah fiqh maupun lainnya. 



Wasiat beliau ini banyak di salah artikan, di mana banyak kalangan yang dengan mudahnya menyatakan bahwa pendapat Imam Syafii hanya dapat di amalkan bila sesuai dengan hadits shahih, sehingga saat ia menemukan satu hadits shahih maka ia langsung berpegang kepada dhahir hadits dan melarang mengikuti pendapat Imam Syafii dengan alasan mengamalkan wasiat Imam Syafii.Bahkan mereka menjadikan wasiat Imam Syafii ini sebagai hujjah tercelanya taqlid, mereka mengartikan wasiat ini sebagai larangan dari Imam Syafii untuk taqlid kepada beliau. Oleh karena itu kami tertarik ingin mengupas masalah ini. 


Semua ulama sepakat bahwa kalam tersebut benar-benar wasiat Imam Syafii, tentang redaksinya ada beberapa riwayat yang berbeda namun memiliki maksud yang sama. Lalu bagaimana sebenarnya maskud wasiat Imam Syafii ini? Apakah setiap pelajar yang menemukan sebuah hadits yang shahih bertentangan dengan pendapat Imam Syafii maka pendapat Imam Syafii tidak dapat di terima. Kalau hanya semudah itu tentu akan menjadi tanda tanya sejauh mana keilmuan Imam Syafii, terutama dalam penguasaan ilmu hadits. 


Ada baiknya kita lihat bagaimana komentar Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ terhadap wasiat Imam Syafii tersebut. Imam Nawawi mengatakan :





وهذا الذى قاله الشافعي ليس معناه ان كل أحد رأى حديثا صحيحا قال هذا مذهب الشافعي وعمل بظاهره: وانما هذا فيمن له رتبة الاجتهاد في المذهب على ما تقدم من صفته أو قريب منه: وشرطه أن يغلب على ظنه أن الشافعي رحمه الله لم يقف على هذا الحديث أو لم يعلم صحته: وهذا انما يكون بعد مطالعة كتب الشافعي كلها ونحوها من كتب أصحابه الآخذين عنه وما أشبهها وهذا شرط صعب قل من ينصف به وانما اشترطوا ما ذكرنا لان الشافعي رحمه الله ترك العمل بظاهر أحاديث كثيرة رآها وعلمها لكن قام الدليل عنده على طعن فيها أو نسخها أو تخصيصها أو تأويلها أو نحو ذلك





“Bukanlah maksud dari wasiat Imam Syafii ini adalah setiap orang yang melihat hadits yang shahih maka ia langsung berkata inilah mazhab Syafii dan langsung mengamalkan dhahir hadits. Wasiat ini hanya di tujukan kepada orang yang telah mencapai derajat ijtihad dalam mazhab sebagaimana telah terdahulu (kami terangkan) kriteria sifat mujtahid atau mendekatinya. syarat seorang mujtahid mazhab baru boleh menjalankan wasiat Imam Syafii tersebut adalah telah kuat dugaannya bahwa Imam Syafii tidak mengetahui hadits tersebut atau tidak mengetahui kesahihan haditsnya. Hal ini hanya didapatkan setelah menelaah semua kitab Imam Syafii dan kitab-kitab pengikut beliau yang mengambil ilmu dari beliau. Syarat ini sangat sulit di penuhi dan sedikit sekali orang yang memilikinya. Para ulama mensyaratkan demikian karena Imam Syafii mengabaikan makna eksplisit dari banyak hadits yang beliau temukan dan beliau ketahui namun itu karena ada dalil yang menunjukkan cacatnya hadits itu atau hadits itu telah di nasakh, di takhshish, atau di takwil atau lain semacamnya”.(Majmuk Syarh Muhazzab Jilid 1 hal 64)




Dari komentar Imam Nawawi ini sebenarnya sudah sangat jelas bagaimana kedudukan wasiat Imam Syafii tersebut, kecuali bagi kalangan yang merasa dirinya sudah berada di derajat mujtahid mazhab yang kata Imam Nawawi sendiri pada zaman beliau sudah sulit di temukan.


Ulama besar lainnya, Imam Ibnu Shalah menanggapi wasiat Imam Syafii ini dengan kata beliau 





وليس هذا بالهين فليس كل فقيه يسوغ له أن يستقل بالعمل بما يراه حجة من الحديث



“tugas ini bukanlah perkara yang mudah, tidaklah setiap faqih boleh mengamalkan hadits yang dinilainya boleh dijadikan hujjah”. (Ibnu Shalah, Adabul Mufti wal Mustafti hal 54, dar Ma’rifah)




Hal ini tak lain karena wawasan Imam Syafii tentang hadits yang sangat luas, sehingga ketika ada pendapat beliau yang bertentangan dengan satu hadits shahih tidak sembarangan orang bisa menyatakan bahwa Imam Syafii tidak mengetahui adanya hadits tersebut, sehingga pendapat beliau mesti ditinggalkan karena bertentangan dengan hadits. Karena boleh jadi Imam Syafii meninggalkan hadits shahih tersebut karena ada sebab-sebab yang mengharuskan beliau meninggalkan hadits tersebut, misalnya karena hadits tersebut telah di nasakh, takhsish dan hal-hal lain. 

Untuk dapat mengetahui hal tersebut tentunya harus terlebih dahulu menguasai kitab-kitab Imam Syafii dan shahabat beliau. Imam Nawawi yang hidup di abad ke 6 hijriyah mengakui sulitnya mendapati orang yang mencapai derajat ini. 





https://www.facebook.com/groups/196355227053960?view=permalink&id=1019089768113831&p=20&refid=18 oleh Santri Alit
Viewing all 3027 articles
Browse latest View live